Indonesia Membutuhkan UU Cyber yang Terintegrasi (Live RRI Pro 3)
Indonesia saat ini sudah membutuhkan Undang-Undang Cyber yang menyeluruh. Banyaknya masalah yang bersinggungan dengan dunia cyber dan komunikasi digital dewasa ini sudah menjadi warning bagi pemerintah.
Permasalahan e-KTP, pembobolan kartu kredit dan carut-marut pengamanan data pemilu adalah beberapa masalah yang timbul dari belum siapnya Indonesia terhadap regulasi yang menyeluruh terhadap keamanan cyber.
UU ITE yang ada saat ini masih sangat terbatas cakupannya. Katua CISSReC Pratama Persadha dalam acara aspirasi merah putih di RRI Pro 3 FM menyampaikan bahwa UU ITE masih banyak kekurangan.
“UU ITE lebih dikenal masyarakat karena mengekang kreatifitas. Seharusnya UU yang mengatur keamanan cyber bisa fokus pada hal yang lebih besar, seperti keamanan perbankan, keamanan wilayah negara dan semacamnya,” jelas Pratama.
Pratama sendiri lebih menekankan pada pengamanan preventif. Ini sesuai dengan “curhat” salah seorang penelpon yang mengkritisi praktek perbankan Indonesia yang masih bermasalah. “Tiba-tiba saya dapat tagihan dari salah satu bank nasional, padahal punya rekening saja tidak,” jelasnya.
Pratama juga menambahkan UU Cyber nantinya juga harus bisa membuat pertahanan cyber Indonesia kokoh. Seperti negara lain, Indonesia diharapkan juga memiliki Badan Cyber Nasional yang bertanggungjawab terhadap serangan cyber ke Indonesia.
Karena itulah Pratama menyimpulkan bahwa Indonesia memang membutuhkan segera UU Cyber yang komprehensif. Tidak hanya mengatur individu, namun juga sampai level negara. UU ini diharapkan bisa memberikan perlindungan perorangan, lembaga profit dan non-profit, serta negara sebagai elemen pemersatu masyarakat di nusantara.
(Ibnu Dwi Cahyo)
