SItus Kerap Kena Hacker, Pemerintah Mesti Pikirkan Kurikulum Keamanan Siber

img

Adanya ancaman hacker atau peretas di jejaring media sosial hingga situs resmi milik negara, menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

 

Pemerintah harus mulai memikirkan, bagaimana membangun kurikulum keamanan siber sejak dini dan membuat generasi yang sudah tua mau melek akan ancaman dan peluang yang ada di dunia digital.

 

“Secara umum bila tidak diindahkan maka ancaman siber akan semakin berbahaya,” tegas Chairman lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha dalam rilis yang diterima Rakyat Merdeka, kemarin.

 

Hal ini juga menjawab soal kabar adanya dugaan pencurian data di bukapalak.com. Namun isu tersebut, langsung dibantah pihak Bukalapak.com. Pratama mencontohkan riset Pricewaterhousecoopers (PWC) Indonesia pada 2018.

 

Hasil riset menunjukkan, kerugian dari sektor perbankan akibat ancaman siber mencapai ratusan juta dollar AS, hanya di Indonesia.

 

“Kelalaian pada faktor sederhana seperti password, sangat mengancam. Apalagi yang diretas adalah pejabat maupun infrastruktur penting di tanah air. Karena itu perlu kolaborasi serius dari semua pihak, seperti BSSN, Kominfo, provider dan kampus,” ujarnya.

 

Lebih dalam terkait keamanan password, Pratama mengatakan, memang menjadi perhatian serius, terutama di Indonesia.

 

Pada 2017, CISSReC mengadakan penelitian, hasilnya sekitar 58 persen masyarakat perkotaan tidak pernah mengganti password akun aset digital mereka, berupa media sosial, email dan lainnya. Padahal di saat yang sama, 66 persen tidak mempercayai marketplace tanah air cukup aman dari peretasan.

 

Pada Mei 2017, Indonesia mendapat serangan Wannacry dan Kemenkominfo langsung memberikan panduan agar aman dari serangan malware ganas tersebut. Dari responden yang mengetahui panduan Kominfo, hanya 33 persen saja yang mengikuti.

 

“Semua fakta ini memberikan pelajaran bahwa keamanan siber sebenarnya belum benar-benar menjadi bagian kehidupan sehari-hari di masyarakat. Padahal tiap hari masyarakat berinteraksi dan berkegiatan di dunia maya.” ujarnya.

 

Lebih lanjut tentang isu akun pengguna Bukalapak, jika benar password merupakan data yang dijual maka ini hal yang gawat.

 

Menurutnya, sebuah akun media sosial maupun marketplace bisa diganti email, alamat bahkan bisa mengorder sendiri.

 

Pratama juga menyarankan kepada pengguna akun untuk melakukan penggantian password pada semua akun marketpalce, media sosial dan platform lain di internet.

 

“Sebenarnya paling baik ada setiap platform internet mempunyai password yang berbeda, untuk mengakali banyaknya password bisa digunakan password manager agar mudah mengelola password,” jelas dia.

 

Sebelumnya, sempat beredar kabar 13 juta akun pengguna Bukalapak dicuri untuk dijual oleh hacker. Bukalapak langsung membantah isu tersebut. Pihaknya meminta para pengguna untuk sering mengganti password.

 

Head of Corporate Communications, Intan Wibisono menjelaskan, dalam industri digital memang risiko terbesarnya adalah dibobol atau diserang hacker. Tapi potensi serangan Distributed Denial of Service (DDos) dari hacker bisa ditekan.

 

Cara mengantisipasi hal buruk tersebut, Bukalapak menyarankan pengguna harus sering ganti seluruh password akun.

 

“Bukalapak menghimbau para pengguna untuk lebih memperhatikan keamanan bertransaksi, antara lain dengan mengganti password secara berkala,” ujar Intan dalam keterangannya.

 

Sumber: RMOL