Dalam kasus tersebut ada banyak faktor mengapa sistem bisa dengan mudah diterobos hacker. Misalnya credential login yang lemah, kebanyakan orang menggunakan username dan password sederhana agar mudah diingat.
Bahkan, banyak pengguna yang hanya memakai satu password untuk beberapa akun. Hal ini yang paling sering terjadi, terlebih jika pelaku peretasan menggunakan teknik brute force attack (penyerangan terhadap sistem secara brutal).
Pakar Keamanan Siber Pratama Persadha menuturkan hal itu sering terjadi di website pemerintah atau lembaga (termasuk lembaga pendidikan) yang tidak memiliki sertifikat SSL.
Hacker akan menyusup dan membaca informasi sensitif yang ditemukan. Lalu, memanfaatkannya untuk melakukan deface (mengubah tampilan laman website).
"Hal ini tidak akan mudah terjadi jika website memiliki sertifikat SSL. Sebab, semua data akan dienkripsi. Selain itu ada faktor antivirus dan firewall yang lemah juga memudahkan aksi deface," kata Pratama kepada Tekno Liputan6.com, Kamis (7/1/2021).
Mengutip laman Verisign, SSL atau Secure Sockets Layer sendiri adalah teknologi keamanan standar global yang memungkinkan komunikasi terenkripsi antara peramban web dan server web.