Tiktok Dikebiri Uni Eropa Bukan Soal Perang Dagang Tapi ...

img

Sebelum tiktok diawasi sangat ketat, Google adalah pihak paling sering bermasalah dengan Uni Eropa. Adanya perangkat hukum General Data Protection Regulation (GDPR) membuat Uni Eropa leluasa melayangkan gugatan dan menang.

Sebelumnya Google terkena masalah monopoli pada android dan juga penggunaan data serta pengumpulan data. Bahkan sudah didenda puluhan triliun rupiah oleh pengadilan Eropa.

"Tiktok menarik perhatian sudah sejak lama, jadi ini bukan perang urat syaraf Eropa dengan China. Tiktok dua tahun terakhir memang berhasil mengalahkan Instagram dengan total lebih dari 625 juta unduhan," ujar Pakar Keamanan Siber CISSReC Pratama Persada.

Hal ini terbantu karena China melarang instagram, facebook, dan whatsapp beroperasi di China, sehingga pemakai tiktok di China menjadi sangat besar, pada akhirnya Tiktok sekarang mengglobal. Bahkan Tiktok dalam waktu dekat akan merilis model monetize atau kerjasama iklan sehingga usernya bisa menjadapatkan pemasukan seperti di Youtube dan Facebook.

Meski tidak bisa dibilang tindakan pengawasan ketat Uni Eropa ke tiktok sebagai perang urat syaraf ke China, hal yang dikhawatirkan Uni Eropa memang data ke mana perginya dan akan diapakan. Pertama yang akan selalu dicek adalah privacy policy. Hal yang dimana zoom tersanding karena ada pengumpulan data yang tidak disampaikan di privacy policy.

Lalu untuk Indonesia bagaimana? Pengawasan bisa dilakukan, namun kita tidak memiliki perangkat hukum yang kuat. "Eropa punya GDPR, Indonesia RUU Perlindungan Data Pribadi juga belum diselesaikan," tegas Pratama.

Minimal yang dilakukan Kominfo mengawasi konten dan BSSN bisa mengecek apakah ada yang janggal dari beroperasinya Tiktok di tanah air, misalnya soal pengumpulan data dan konten mana saja yang populer dan tampil apakah diatur secara sengaja atau organik.

"Karena pengaturan konten yang tampil di beranda bisa dimanfaatkan untuk provokasi maupun agitasi isu yang dikembangkan atau sedang berkembang," kata Pratama.

Kasus Clearview

Clearview AI memang kontroversial. Di AS, tepatnya Illinois akhirnya Clearview AI kalah guagatan melawan warga AS. Sebelumnya Clearview menjual data biometrik kepada klien yang banyak di antaranya bukan lembaga penegak hukum.

Secara teknologi, Clearview AI sangat canggih karena mengumpulkan banyak wajah dari berbagai platform di dunia siber, lalu bisa digunakan untuk mengenali pelaku kriminal atau tindak kejahatan lainnya. Namun pada prakteknya banyak data bocor dan dicurigai salah satunya karena data biometrik Clearview dijual bebas.

Negara bagian Illinois mempunyai UU Perlindungan Data Biometrik dan memenangkan tuntutan warga untuk menghapus data tersebut.

Kini persoalan menjadi panjang di Kanada. Karena Kanada tidak mempunyai perangkat hukum “Right to be Forgotten” pada datanya. Sehingga Clearview menolak setiap permintaan menghapus oleh warga Kadana.

Di Eropa seharusnya Clearview kalah, karena adanya GDPR. Sedangkan di Indonesia jelas kita tidak punya UU PDP yang bisa digunakan.

"Ini adalah aplikasi yang mengakhiri privasi seluruh umat manusia, cukup berguna namun juga berbahaya," kata Pratama.

 

sumber:ANTVklik.com