Ratusan Ribu Komputer di Indonesia Telah Terinfeksi

img

JAKARTA - Melihat buruknya sistem keamanan informasi dan teknologi di Tanah Air, Indonesia tidak bisa lepas dari praktik penyadapan alias intercept. Sebab, layanan IT di Indonesia kebanyakan menggunakan aplikasi instan. Tanpa disadari ratusan ribu komputer di Tanah Air telah terinfeksi hecker.

"Enggak ada satu komunikasi pun yang tidak bisa disadap. Semua bisa disadap. Sekarang yang jadi masalah bagaimana komunikasi itu tidak bisa dibaca sama orang. Kita mau pakai fiber optik kah, kita sudah broadband, kita speed-nya sudah 8GB enggak ngaruh," ujar Chairman & Founder CISSReC, Pratama D Persadha kepada Sindonews di Gedung Sindo, Jakarta, baru-baru ini.

Dia menuturkan jika orang serius mau melakukan penyadapan dan organisasinya sangat besar, mereka akan berusaha semaksimal mungkin tidak teridentifikasi. "Mereka (hacker) tidak akan melakukan kesalahan. Mereka bisa masuk menaruh eksploit, lalu mengambil data yang ada. Kemudian keluar dan suatu saat dia bisa masuk lagi ke situ jadi mereka tinggal mengaktifkan eksploitnya ke dalam data dan keluar lagi. Itu terjadi selama bertahun-tahun," jelas Pratama.

Dia mengungkapkan, pada 2013 Indonesia sempat dibilang sebagai gudangnya hacker. Jangan bangga dulu. Sebenarnya ini ada sesuatu yang salah. "Kenapa dibilang bahwa hacker paling banyak yang melakukan penyerangan dari Indonesia. Kita nomor 2, ya bodoh saja. Kemampuan kita enggak sebanyak itu. Ini karena ada ratusan ribu komputer yang telah diserang. Berarti komputer-komputer di Indonesia telah diinfeksi boot, trojan, infeksi eksploit dan itu bisa dimanfaatkan orang untuk melakukan penyerangan dengan suka-suka. Orang yang menyewa komputer tersebut bisa melakukan penyerangan dari manapun," bebernya.

Pratama memaparkan secara logika jaringan GSM dan komputer telah memiliki mempunyai lock. "Misalnya, saja jika (hecker) ingin melakukan penyerangan terhadap Amerika, kita pasang GPS-nya di India, kemudian Ukraina. Jadi enggak mungkin langsung dari Indonesia melakukan penyerangan itu. Kalau GPS-nya dari Indonesia ya ketahuan kita," kata pria kelahiran Blora ini.

Kenapa sangat susah mencari pelaku penyerangan? Menurut Pratama, itu karena teknologi proxy. Mereka menggunakan ID data siapapun yang telah disadap dan tersebar melalui internet, baik itu diperangkat maupun pada saat menggunakan aplikasi gratis. "Mereka (hacker) akan mengatasnamakan si A atau nama negara lain untuk menyerang. Padahal, si A tidak melakukannya. Justru itu yang berbahaya. Orang menyerang tetangga sebelah rumah kita, memakai ID kita," terangnya

Dia juga mengingatkan masyarakat sering lupa di internet banyak aplikasi-aplikasi gratis, pengamanan file gratis, tapi tidak tahu siapa dan seperti apa bentuk pengamanannya. Beberapa yang menawarkan aplikasi gratis ini clue person (petunjuk), silakan digunakan.

"Terus kalau misalnya ada yang lupa dengan password, kita ganti dengan password baru dengan membuka filenya. Mereka itu punya master king-nya, berarti kita dibodohi. Secara enggak langsung, semua yang kita pindahkan ke aplikasinya mereka, mereka bisa buka," tandas mantan Ketua Tim LemSaNeg Pengamanan IT Presiden ini.

(dmd)