E-Voting Solusi Pelaksanaan Pemilu Indonesia

JAKARTA - Indonesia baru saja melaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2015. Tantangan, bukan hanya masalah hasil, namun peningkatan kualitas dari pemilu, salah satunya adalah e-voting.
Pemilu elektronik atau e-voting ini dianggap bisa menjadi solusi untuk beberapa permasalahan pemilihan umum di Indonesia.
Indonesia sebagai negara besar dengan penduduk lebih dari 250 juta jiwa dan tersebar di lebih dari 17 ribu pulau, menjadikan pemilihan umum sebagai masalah yang cukup serius. Demografi dan geografi menjadi tantangan untuk menjalankan demokrasi liberal yang Indonesia anut saat ini.
Masalah serius lain adalah besarnya anggaran yang harus dikeluarkan. Mulai dari mencetak, biaya distribusi, sampai pengiriman kembali ke pusat. Belum lagi perhitungan yang memerlukan waktu sangat lama.
Bayangkan saja pada pemilu 2014 ada lebih dari 187 juta pemilih, menurut data yang dirilis KPU. Betapa sangat ruwetnya proses yang harus dilewati.
Sebenarnya pasca pemilu 2009 sudah banyak suara untuk mendorong terlaksananya pemilihan elektronik atau e-voting. Pemilihan elektronik sering dilihat sebagai alat untuk membuat proses pemilu lebih efisien. Selain itu untuk meningkatkan kepercayaan pada penyelenggaraannya.
E-voting ini bila dilaksanakan dengan tepat dapat meningkatkan keamanan “surat” suara, mempercepat pengolahan hasil dan membuat proses pemilihan jauh lebih mudah. Meski demikian, tantangannya cukup berat. Jika tidak komprehensif, maka e-voting malah akan mendelegitimasi proses pemilihan bahkan hasil pemilu.
Tujuan utama keberadaan e-voting memajukan demokrasi, membangun kepercayaan penyelenggara pemilu, menambah kredibilitas hasil pemilu dan meningkatkan efisiensi keseluruhan proses pemilu.
Di mana e-voting melingkupi pencatatan, pemberian, atau pemilihan suara dan penghitungan suara, yang seluruhnya melibatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tidak berbeda dengan pemilihan umum lainnya, namun yang jauh lebih penting adalah bagaimana proses penghitungan suara yang kemudian ditampilkan di layar sehingga seluruh orang bisa melihat sekaligus mengawasi hasilnya. Dengan e-voting ini, KPU tidak akan kalah cepat dalam mengumumkan hasil pemilihan dengan lembaga survei yang melakukan metode penghitungan cepat suara, quick count.
Menurut pegiat keamanan cyber dan kriptografi dan Chairman CISSReC, PratamaPersadha, ada beberapa model e-voting:
Pertama dengan sistem Optical Mark Recognition (OMR). Sistem ini didasarkan pada mesin pemindai yang dapat mengenali pilihan pemilih di surat suara yang dapat dibaca oleh mesin khusus.
Sistem OMR bisa menjadi pusat perhitungan suara dengan ditempat khusus maupun langsung dihitung di Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat suara sudah dipilih (tidak terpisah).
Kedua, sistem Direct Recording Electronics (DRE). Sistem ini memakai mesin pemungutan suara dengan pencatatan langsung. Bisa ditambahkan pilihan dengan jejak pilihan atau tidak. Jejak pilihan dipakai untuk mengonfirmasi pilihan suara pemilih.
Ketiga, menggunakan mesin pencetak suara atau yang lebih dikenal dengan Electronic Ballot Printers. Perangkat ini serupa dengan sistem DRE. Mesin akan mencetak kertas suara yang kemudian dimasukkan atau dipindai ke mesin surat suara terpisah yang secara otomatis akan melakukan penghitungan suara.
Terakhir, menggunakan metode sistem pemilihan melalui internet. Pemilih memberikan suaranya melalui internet yang kemudian terhubung dan disimpan di server pusat penghitungan suara. Pemilihan suara ini bisa dilakukan melalui komputer-komputer yang terdapat di TPS atau bisa juga melalui komputer di mana saja, selama masih terhubung dengan internet dan sistem pemilihan suara online.