TNI Bersiap Dihadapkan pada Perang Cyber

JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) punya peran besar dalam kemerdekaan Repubik Indonesia. Panglima TNI pertama, Jenderal Soedirman bahkan memimpin langsung usaha mempertahankan NKRI dengan perang gerilya. Kini memasuki usia 70 tahun, TNI dihadapkan pada wilayah "baru", yaitu wilayah cyber atau cyber space.
TNI sebagai komponen utama pertahanan negara mau tidak mau harus ikut serta dalam setiap tindakan dalam mempertahankan pertahanan negara. Selama ini TNI dikenal mempunya tugas menjaga wilayah NKRI di darat, laut dan udara.
Meningkatnya kegiatan di dunia cyber sedikit banyak memberikan potensi ancaman terhadap pertahanan negara.
TNI perlu menjawab pertanyaan publik, sejauh mana kesiapan menghadapi dunia cyber saat ini.TNI perlu bergerak cepat, mengidentifikasi kondisi internal dan potensi yang bias dilakukan saat ini.
Terkait internal TNI misalnya sejauh mana personil TNI memahami potensi ancaman yang dating dari kegiatan mereka di dunia cyber setiap harinya. Mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan gadget misalnya.
Mungkin bagi penduduk sipil adalah hal yang biasa posting di media social kondisi tempat kerjanya, namun bagi personil TNI seharusnya tidak dengan mudah memposting kondisi peralatan militer maupun tempat-tempat militer strategis. Penggunaan email dan saluran komunikasi yang tidak aman dalam alur informasi penting-strategis juga harus mendapat perhatian serius.
Dalam perang modern, informasi menjadi komponen penting yang selalu diperebutkan. Kawasan militer strategis seperti gudang senjata dan barak militer sudah seyogyanya dilindungi keberadaannya. Jangan sampai hanya dengan membuka Google Earth, negara lain yang hendak menyerang Indonesia bias mengetahui posisi penting instalasi militer kita dan melumpuhkannya terlebih dahulu.
Kesiapan Sumber Daya Manusia TNI dalam menghadapi era cyber harus menjadi perhatian penting, karena secanggih apapun pengamannya, tetap manusia yang menjalankan sistemnya. Seperti kata Edward Snowden pada ajang CeBIT di Jerman, ancaman peretasan kini mengancam para para admin sebagai pengguna sistem.
TNI juga diminta mengambil peran sentral dalam usaha penguatan pertahanan cyber yang sedang digodok pemerintah. Memang sampai saat ini belum jelas, model seperti apa yang akan dipakai oleh pemerintah. Apakah akan membentuk badan negara baru atau model langsung di bawah kementrian.
Apapun bentuk badan yang menaungi pertahanan cyber di Indonesia, TNI rasanya sangat perlu ambil peran di dalamnya. Ada alasan teknis strategis yang membuat keberadaan TNI sangat krusial dalam pertahanan cyber di Indonesia.
Pertama soal pembentukan SDM badan cyber. Sudah semestinya SDM yang ada mendapat godokan dan pengawasan yang ketat, salah satu instansi yang sudah berpengalaman dalam membentuk nasionalisme adalah TNI.
SDM ini erat hubungannya dengan rencana pembentukan cyber army yang sudah lama digagas. Cyber army ini bias ditempatkan di badan cyber maupun di masing-masing instansi yang berhubungan dengan system pertahanan cyber nasional nantinya.
Bisa dibayangkan bila personil cyber army yang menguasai jaringan dan system krusial di Indonesia memilih untuk membelot pada negara lain. Bisa dipastikan ancaman kerusakan yang luas bisa menjadi kenyataan. Karena kini banyak lini kehidupan masyarakat sampai dunia usaha yang sangat tergantung dengan keberadaan dunia cyber.
Kedua, bila melihat kekuatan cyber army negara lain seperti AS, Rusia, Cina, India dan Inggris militer selalu mendapat tempat di sana. Bahkan tidak bisa dipungkiri, karena urusannya erat dengan pertahanan negara, militer mendapat porsi yang besar dalam urusan pertahanan cyber.
TNI sendiri dinilai perlu segera melakukan proses integrasi pertahanan cyber ini. Karena di satu sisi semakin modernnya alutsista mengakibatkan ketergantungan pada teknologi yang secara langsung berkaitan dengan keamanan di wilayah cyber.
Kebutuhan alat militer dari negara asing juga harus diikuti dengan kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya penyadapan dan penanaman malware dalam sistem alutsista yang dimiliki oleh TNI. Dalam hal ini integrasi pertahanan cyber ini, TNI memegang peran krusial.
Selain itu, TNI adalah satu-satunya komponen negara yang ada di perbatasan untuk menghalau terjadinya serangan asing. Karena alur informasi harus dipastikan aman dan sampai ketujuan tanpa adanya penyadapan dari asing.
Perang asimetrik kini bukan lagi ancaman, namun sedang terjadi. Informasi diperebutkan dan dicuri, dijadikan sebagai senjata untuk menekan negara-negara lain. Bisa dibayangkan bila terjadi upaya serangan kewilayah NKRI, informasi dari pusat ke daerah perbatasan tidak bisa tersampaikan karena dihalau oleh peralatan milik asing yang lebih canggih. Tentu kemungkinan ancaman semacam ini tidak boleh terjadi. Kondisi inilah yang membuat TNI mempunyai peran sangat krusial, terlepas nanti apakah Badan Cyber yang akan dibentuk pemerintah akan diposisikan dimana.
Dengan anggaran sekitar Rp 120 triliun dan dolar yang terus menguat, TNI jelas akan sangat kesulitan mengatur alokasi untuk penyiapan infrastruktur cyber di internalnya. Angka ini jelas sangat jauh bila dibandingkan dengan pemerintah AS yang mengalokasikan Rp114 triliun hanya untuk urusan pengamanan cyber.
Dengan segala keterbatasannya, TNI masih bias berbuat banyak. TNI bisa mewujudkan konsep Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (HANKAMRATA) dalam upaya mewujudkan pertahanan cyber di tengah masyarakat. TNI bisa memanfaatkan pertumbuhan internet yang luar biasa di tengah masyarakat, khususnya untuk kerjasama antara TNI dengan rakyat dalam mewujudkan pertahanan cyber yang kuat.bias