Serangan Hacker Pada Sony Pictures Belum Berakhir

Hampir 2 pekan sejak serangan hacker pertama, sampai saat ini Sony Pictures masih mengalami kelumpuhan. Bahkan para hacker ini belum memberikan tanda-tanda akan mengakhiri aksinya.
Kerugian yang dialami Sony sangat besar. Dari bocornya film-film yang belum dirilis, bocor rahasia perusahaan seperti gaji dan planning tahun-tahun berikutnya dan ganti rugi terhadap karyawan yang laptop maupun komputernya ikut lumpuh.
Serangan ini sekali lagi membuktikan bahwa pengamanan sistem informasi dan komunikasi merupakan hal yang sangat vital. Akibat serangan ini, karyawan Sony dilaporkan harus bekerja dengan sistem "tradisional", memakai kertas dan surat.
Memasuki era digital dengan akses internet yang luar biasa cepat, manfaat dan ancaman yang didapat sama besarnya. Karena itulah perusahaan besar semacam Sony Pictures seharusnya sudah waspada sejak awal. Apalagi sistem kerja di sana sudah sepenuhnya terdigitalisasi. Hal ini terbukti degan hanya satu buah komputer yang selamat dari serangan hacker.
Serangan ini sekaligus menjadi peringatan bagi korporasi maupun negara-negara di seluruh dunia. Terutama bagi yang sudah menerapkan digitalisasi pada sistem kerjanya. Kecepatan akses juga membuka peluang bagi para hacker untuk menyerang.
Kasus ini menarik FBI untuk ikut mencari pelaku. FBI sendiri melaporkan bahwa malware yang digunakan berasal dari Korea. Malware ini sama dengan yang digunakan untuk menyerang sejumlah televisi di Korea Selatan.
Sejauh ini belum ada pengakuan darimana asal para hacker yang menamakan dirinya "Guardian of Peace" ini. Walau banyak yang meyakini mereka berasal dari CIna dan Korea Utara. Sony juga menyakini Korea Utara berada dibalik penyerangan dahsyat ini.
Pembuatan dan rencana peluncuran film garapan Sony Pictures dianggap sebagai pemicu serangan hacker ini. Film berjudul The Interview tersebut berkisah tentang pembunuhan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memang menuai kontroversi. (IDC)
Penulis: Ibnu Dwi Cahyo