PAN Dorong Pembentukan Badan Cyber Nasional

Wacana pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN) oleh Pemerintah mendapat dukungan dari politikus Partai Amanat Nasional (PAN) dan pakar keamanan cyber. Badan Cyber dinilai perlu dibentuk karena Indonesia sering terkena cyber attack.
Hanafi Rais yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR ini menilai, BCN perlu dibentuk, terutama dari sisi kebutuhan cyber defence. Kendati demikian, kata dia, supaya badan tersebut kuat secara structural dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, pendiriannya harus dengan undang-undang (UU). "Tanpa undang-undang, beda rezim bisa enggak dijamin kelanggengannya," ujar Hanafi saat dihubungi wartawan, kemarin.
Di tempat terpisah, Pakar keamanan Cyber dan Komunikasi Pratama Persadha menilai wilayah Indonesia menjadi lokasi favorit para pelaku kejahatan cyber karena masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan. "Imigrasi yang kurang ketat membuat mereka mudah masuk. Namun yang paling rawan adalah penipuan lewat telepon maupun internet susah dideteksi di Indonesia," jelasnya.
Selain itu, kata dia, aparat masih kesulitan melakukan deteksi awal kejahatan karena belum adanya lembaga yang khusus yang mengawasi cyberspace Indonesia.
Pratama yang juga Chairman lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information Sysem Scurity Research Center) ini mengatakan, pemerintah nantinya bisa fokus pada pengawasan wilayah cyber maupun telekomunikasi. Wilayah tersebut menjadi incaran serius para pelaku karena prasarana dan sistem keamanan di Indonesia yang belum siap.
"Contohnya saat ini orang dengan mudah membeli informasi nasabah untuk membobol ATM, yang tak lain adalah hasil skimming. Belum lagi ternyata para pelaku kejahatan cyber bisa beroperasi dari penjara, karena adanya akses internet. Jadi masih banyak perbaikan yang harus dilakukan," jelas Pratama.
Banyaknya celah dan kekurangan diharapkan bisa segera diperbaiki oleh aparat dengan dukungan penuh pemerintah. "Kita tentu berharap orang asing masuk Indonesia untuk wisata maupun urusan bisnis, bukan melakukan kejahatan. Pemerasan dari Indonesia hanya salah satu contoh, masih ada pembobolan ATM maupun kartu kredit yang dilakukan warga asing di Indonesia," tegasnya.
Menurutnya, pada 2015 ini beberapa kali warga asing ditangkap karena melakukan kejahatan cyber dari wilayah Indonesia. Di Bali beberapa warga dari Eropa Timur ditangkap karena melakukan pembobolan ATM milik warga Eropa dan Amerika Serikat yang sedang berlibur. Lalu penangkapan 30 warga China di Jakarta Selatan dengan dugaan melakukan pemerasaan dan kejahatan kartu kredit.
"Salah satu yang menjadikan Indonesia sebagai lokasi favorit kejahatan cyber adalah prasarana perbankan yang kurang aman. Misalnya lebih dari 80% mesin ATM di Indonesia masih memakai Windows XP, padahal Microsoft sudah menghentikan dukungan keamanannya," terang Pratama.