Bangun Pusat Data di Singapura, Sama Seperti Jual Indosat
KBRN, Jakarta : Langkah Menteri BUMN Rini Soemarno yang membangun pusat data pemerintah di Singapura menuai kontroversi. Bahkan Komisi I DPR RI dan anggota DPR dari PDIP mengemukakan keberatannya. Tindakan Menteri BUMN ini dianggap sangat berbahaya.
Menurut Ketua lembaga riset keamanan cyber CISSReC Pratama Persadha, langkah yang diambil Menteri BUMN untuk mewujudkan e-Goverment ini sangat membahayakan kedaulatan NKRI. "Kebijakan membangun pusat data pemerintah di Singapura ini tak kalah bahaya seperti saat Indosat dijual dahulu," ungkapnya.
Menurut mantan Ketua Tim IT Lembaga Sandi Negara untuk Kepresidenan ini pusat data pemerintah memegang peran yang sangat vital. Terlebih lagi upaya digitalisasi yang dilakukan lewat program e-Goverment membuat segala macam data dan sistem mulai terintegrasi. Artinya data yang ada harus dilindungi, terutama dari asing.
"Bila benar dibangun di Singapura, ini sama saja tindakan bunuh diri. Karena siapapun yang bisa mengakses secara fisik ke server dan jaringan, dia bisa melakukan apapun terhadap isi server atau jaringan tersebut. Mulai dari pencurian data, monitoring lalu lintas data, pengopian data server, bahkan dengan mudah bisa melakukan pengrusakan terhadap semua data dan sistem jaringan," jelas pakar keamanan cyber tersebut.Kita dulu ribut luar biasa karena server e-KTP yang bisa diakses dari luar negeri. Sekarang sebaiknya pemerintah jangan melakukan langkah serupa," tegas Pratama dalam keterangan persnya yang diterima RRI Selasa (16/6/2015)
Ditambahkan olehnya pemerintah sebaiknya mempercayakan pembangunan pusat data pemerintah di dalam negeri. Dengan pusat data di dalam negeri, nantinya bila ada masalah maupun pengecekan tidak merepotkan karena tidak perlu penyesuaian hukum seperti di Singapura.
"Yang paling riskan adalah aspek keamanan. Siapa yang bisa jamin data kita di Singapura tidak bisa diakses oleh mereka. SDM di Indonesia sangat mampu untuk mengamankan data penting milik pemerintah," jelasnya.
Pratama menjelaskan bahwa dalam era yang serba digital ini pemeirntah harus hati-hati dalam menelurkan kebijakan. Kalau memang alasan Menteri BUMN prasarana dan keamanan di Singapura lebih baik, itu juga tidak bisa jadi acuan.
"Bila di tanah air prasarana masih kurang, seharusnya pemerintah yang bangun. Tidak mahal untuk membangun pusat data pemerintahan di dalam negeri. Mungkin seminggu saja subsidi bbm diallihkan untuk pembangunan pusat data pemerintah, yang cukup hebat dan bisa bertahan selama 10 tahun atau lebih di Indonesia," terangnya.
Menurut Pratama pemerintah bisa mengintegrasikan kehadiran Badan Cyber Nasional nantinya untuk ikut mengamankan pusat data pemerintah. "Jadi kalau BCN sudah lahir tapi pusat data pemerintah ada di Singapura, itu kan sebenarnya aneh. Karena itu pemeirntah perlu meninjau kembali pembangunan pusat data di Singapura tersebut," tegasnya.
Pratama juga menjelaskan seharusnya pemerintah lebih mengutamakan untuk membuat satelit sendiri yang 100% dimiliki oleh Indonesia untuk memastikan kedaulatan cyber NKRI. Karena bisa membantu mewujudkan e-Goverment yang benar-benar aman.
"Kita yang sudah merdeka selama puluhan tahun masih menggunakan satelit sewaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh asing. Padahal harga membuat satelit hanya sekitar 10 atau 15 triliun saja, namun manfaat yang dirasakan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pembangunan jalan tol," tegasnya. (rills/SAS/BCS)