Perlunya enkripsi untuk pengamanan Perbankan dan KPU

Beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan dengan berita hilangnya Rp. 130 miliar dana nasabah dari tiga bank tertentu. Walaupun OJK mengklaim hanya Rp. 5 miliar yang hilang. Penyelidikan Bareskrim mengarah pada pelaku yang berada di luar negeri. Karena aliran uang mengarah ke sana. Modus pencurian melalui malware yang tertanam setelah korban mengunduh dan menginstal software yang ditawarkan oleh pelaku. Malware tersebut bisa membelokkan tujuan transfer nasabah ke rekening mereka.
Demikian disampaikan Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama D Persadha dalam temu wartawan di Cheese Cake Factory Jakarta Pusat (23/4/2015).
Menurutnya, Peran perbankan untuk memberikan edukasi pada nasabah adalah satu hal yang penting, di samping komitmen mereka meningkatkan keamanan system masing-masing bank. Bila tidak menjadi perhatian serius, tinggal menunggu waktu akan terjadi penarikan besar-besaran dana nasabah.
Sama halnya dengan Perbankan, menurut Pratama yang lulus doctoral dari UI ini melihat penyerobotan data KPU masih menjadi tanda Tanya sampai sekarang. Sebenarnya ada atau tidak alat itu dan digunakan atau tidak.
"Secara teknis pencurian data KPU melalui apa harus dijelaskan terlebih dahulu. Bila lewat penyadapan telepon memang sangat memungkinkan. Karena ada alat intersep yang hanya bisa menyadap secara aktif. Bisa "mencegah" dan memodifikasi isi pesan yang disampaikan. Ada juga malware yang dimasukkan ke smartphone, sehingga apapun pesan dan panggilan bisa diketahui," tegas Pratama.
Anggota Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) yang telah resign dan beberapa bulan terakhir mengikuti Event CeBIT 2015 di Eropa dan bertemu dengan Snowden, mempertanyakan apakah ada orang dalam KPU yang secara sengaja menaruh alat untuk mengambil informasi yang sifatnya rahasia. Secara teknis harus dijelaskan terlebih dahulu, memakai apa pencurian informasi tersebut.
"KPU sebaiknya mengadopsi penggunaan enkripsi untuk setiap informasi yang masuk klasifikasi rahasia. Sehingga meskipun dicuri, belum tentu bsia dibuka dan dibaca, karena harus mengetahui dan memegang kuncinya," paparnya.
Pratama yang memimpin CISSReC yang mempunyai visi mengedukasi masyarakat tentang isu-isu keamanan teknologi informasi melihat bahwa tahun 2014 menjadi waktu yang melelahkan dengan banyaknya kejahatan cyber yang muncul ke permukaan. Dari pencurian di JP Morgan, peristiwa Sony Pictures dan kita dikagetkan dengan ramainya pemberitaan e-KTP.
"Dunia semakin terkoneksi satu sama lain. Wilayah digital / cyber menjadi satu area tersendiri yang wjib dijaga kedaulatannya. Walau secara fisik tidak tersentuh, namun keberadaannya jelas kita rasakan," paparnya.
Menurutnya, Badan Cyber Nasional sangat penting, dan adanya lembaga ini tidak seharusnya diisi oleh anggota yang mempunyai kepentingan politik semata, namun benar-benar membela bangsa dan Negara di dunia cyber.
"Badan Cyber Nasional sangat diperlukan keberadaannya. Seskab Andi Widjajanto sendiri memastikan BCN tidak bisa terbentuk 2015, karena belum masuk dalam APBN. Dia menjanjikan 2016 paling cepat BCN bisa terbentuk. BCN mempunyai fungsi yang jelas, menjadi penjaga cyber Indonesia. Andi sendiri menambahkan bahwa BCN wajib mengamankan sendi-sendi strategis Negara. Selain itu BCN juga punya tugas membuat enkripsi local yang bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama. Namun saya mengingatkan agar badan ini tidak hanya diisi oleh orang-orang yang berkepentingan secara pribadi dalam politik, tapi benar-benar orang-orang yang mendedikasikan dirinya untuk bangsa dan Negara," jelasnya.